Kamis, 08 November 2012

JAKARTA ITU KERAS BROOo !


08 jan 2012





Hidup di Jakarta itu penuh perjuangan ya. Kenapa? Yah mau apa-apa harus berjuang. Berjuangnya gak cuma otak, tapi pake otot juga!
Tiga tahun yang lalu saya pindah ke Jakarta. Memulai hidup menjadi anak kost untuk pertama kalinya. Pertama datang ke Jakarta, saya diajak keliling oleh seorang teman. Yah seperti orang kebanyakan, udiknya keluar. Senang sekali saya waktu diajak muter-muter naik Trans Jakarta (saya sih biasa menyebutnya Busway), lewat HI, monas, stasiun kota, bahkan saya pernah berbusway ria sampai Ancol! Hehe…Tentunya dulu waktu belajar naik busway itu pas bukan jam sibuk, jadi sangat nyamaaaan rasanya. Tapi, setelah merasakan padatnya Busway di jam pergi/pulang kerja, oh well.. saya bisa lihat betapa tangguhnya orang-orang Jakarta ini. Perjuangannya itu dimulai dari membeli karcis, lalu mengantri giliran diangkut, berdesak-desakan dalam Busway dan terakhir adalah menemukan celah dari padatnya orang untuk bisa keluar saat Busway sudah berada pada halte tujuan. Cuma satu kata yang ada di pikiran saya: “GILA!”. Di Bandung mana pernah mau naik bis aja harus ngantri berdesakan seperti itu.
Lain halnya dengan kopaja/metromini. Bis ukuran kecil yang menurut saya sudah tidak layak beroprasi itu masih menjadi angkutan utama di ibukota. Supir kopaja ini handal sekali menyetir, terutama dalam memainkan rem dan gas. Belum lagi tiap jam sibuk itu penumpangnya padat, berdesak-desakan dan ada pula yang sampai bergelantungan di pintu. Saat-saat seperti itulah yang sangat rawan pencopetan. Dan kami, kaum wanita, harus bener-bener bisa jaga hijab. Karena saat berdesakan seperti itu, sengaja atau tidak sengaja sexual harassment bisa saja terjadi. Pengalaman saya yang hampir di copet dan berujung dipelototin pencopetnya bikin nyali saya ciut untuk naik angkutan ini sendirian, terlebih jika jaraknya jauh. Mending nggak deh, terima kasih.
Yap, dan sekarang saya sudah mulai menempati apartemen kecil saya. Kebetulan letaknya tidak jauh dari stasiun. Jadi, tiap harinya saya kerja dianter Pak Masinis. Dari semua angkutan umum yang ada di Jakarta, saya paling suka naik kereta listrik CommuterLine. Kenapa? Tentunya karena selain bebas macet dan menghemat waktu tempuh, tersedianya gerbong khusus wanita itu membuat saya lebih merasa aman dan nyaman. Ya walaupun ternyata urusan dorong-dorongan dan berdesak-desakkan wanita itu lebih “buas” dari pada pria, saya masih bisa menikmatinya. Tidak jarang saya sering melihat orang-orang, diantaranya ada juga wanita dan sedang hamil, melompati peron masuk ke jalur kereta dan mengejar kereta. Wow, sebegitu gigihnya mereka ingin berangkat kerja tepat waktu. Kalau saya sih belum tentu mau lari-lari seperti itu. Masih sayang nyawa. Lebih baik menunggu kereta selanjutnya dan telat, dari pada harus membahayakan diri seperti itu.
Diluar kekaguman saya akan ketangguhan dan kegigihan orang-orang yang hidup di Jakarta, ada sedikit unek-unek dalam hati ini. Disini saya merasakan jika kesantunan terhadap yg lebih tua itu kurang. Selain itu, tenggang rasa dan keperdulian terhadap orang lain juga kurang. Mungkin karena kehidupan yang sudah keras membuat sebagian mereka berpikiran bahwa mereka mendapatkannya dengan perjuangan, jadi mereka tidak mau perduli dengan yang lain.
Tidak jarang saya lihat kakek/nenek harus berdiri di bis/kereta hanya karena tidak ada orang yg lebih muda dan sehat mau memberikan tempat duduknya, malah ada saja yang pura-pura tidur agar tempat duduknya tidak diambil. Ataupun wanita hamil yang berusaha melindungi perutnya hanya karena orang tak perduli dan terus mendorong-dorong dirinya. Belum lagi banyak orang yang lebih muda berbicara kasar ataupun dengan nada yang tinggi pada orang yg lebih tua yang sesungguhnya mereka tidak perlu sekasar itu. Yah kalau pun berniat menegur, masih bisa kan gunakan sopan santun. Berasa miris jadinya.
Hmmm… Tapi saya mengerti sekarang, kenapa orang disini mudah cepat marah, tersinggung dan cenderung egois. Yah tekanan yang mereka alami sehari-hari lah yang sudah membentuk karakter sebagian mereka menjadi keras seperti itu. Tapi kita bisa kok tidak seperti sebagian mereka. Jika saja kita bisa lebih melembutkan hati, lebih bersabar, lebih peka dan terutama lebih menjaga sikap, sungguh tekanan yang kita alami itu akan terasa lebih ringan. Hidup itu jauh lebih mudah jika kita saling peduli, saling menghormati, dan saling menghargai. Hidup juga akan lebih indah jika dinikmati. Menikmati hidup itu juga berarti bersyukur, bukan? :)
Have a nice day, people! Don’t forget to spread your smile to people around you.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar